Begini Cara Media Online Menghasilkan Uang

Tidak ada yang pernah menyangka, majalah mingguan Newsweek di Inggris akan bangkrut dari urusan ekonomi media konvensional. Padahal majalan ini telah terbit selama 80 tahun dan memiliki banyak pelanggan. Namun, toh balasannya di 2012 lalu, berubah secara total dengan terbit secara online.

Di Indonesia, kita juga mengenal Harian Jurnal Nasional yang lahir di awal-awal reformasi yang balasannya resmi menghentikan percetakan pada pertengahan 2014 lalu dan secara penuh menjalankan Jurnas (Jurnal Nasional) secara online.

Persaingan media ketika ini memang cukup ketat. Jika dulu media bersaing di kelasnya masing-masing, kini semua media ibarat tumpah ruah dalam satu pasar yang sama. Kebutuhan informasi yang makin tinggi, memaksa pengusaha media melaksanakan inovasi. Yang tak terbiasa akan ditinggal.

Era digital juga telah merubah cara pandang masyarakat akan kanal informasi. Detikcom menjadi penggagas lahirnya media online nasional. Andai saja, kala itu (sebelum reformasi) majalah Detik tidak dibredel pemerintah, mungkin ketika ini, media online belum menjamur dimana-mana.

(Baca Juga: 7 Anak Muda Yang Kaya Raya dari Berinovasi di Internet)

Dibalik tumbuhnya media online, ada juga banyak cibiran dan tanya di masyarakat. Dari mana media online itu hidup (berpenghasilan). Dan seberapa besar keuntungan yang mampu diraih dari media online.

Jika hanya ingin dijawab secara singkat, mungkin lebih baik menanyakan hal itu ke Chairul Tandjung yang mau membeli Detikcom seharga Rp100 miliar. Tentu otak urusan ekonomi CT (Sapaan Chairul Tandjung) tetap berfungsi dan tidak sedang sakit ketika memutuskan membeli Detikcom.

Begitu juga Harian Kompas yang sepenuh hati menggelontorkan miliaran rupiah untuk membangun Kompas Online dan media nasional lainnya.

Pengusaha-pengusaha media itu yakin, ada market yang besar dari media online. Toh, hingga kini Indonesia ibarat diserang badai. Media online tumbuh di mana-mana dengan konsep dan sistem yang berbeda. Itu artinya, ada pangsa pasar yang besar di jejaring internet.

Berikut yaitu lima konsep monetizing yang ditempuh oleh pengembang media online. Pada dasaranya, media online memiliki dua sumber pendapatan utama yaitu, dari pengiklan (advertiser) dan dari pembaca (reader atau user).

(Baca Juga: Mendulang "Durian Runtuh" dari Job Review)

1. Monetizing dengan Display Ad

Display ad atau display advertising yaitu konsep monetizing paling digemari oleh media-media online. Bukan hanya di Indonesia, tetapi hampir semua media online di dunia menerapkan sistem display ad. Tak heran kalau konsep ini disebut konsep monetizing sejuta ummat.

Dalam definisi sederhana Display Advertising yaitu bentuk periklanan yang menampilkan objek visual ibarat misalnya teks, logo, foto, gambar dan bahkan video. Banner iklan yang biasa muncul di sidebar sebuah situs gosip atau iklan melayang ketika mengunjungi sebuah situs, itulah yang disebut display ad.

Untuk mendapatkannya mampu beragam cara, salah satunya dengan menggunakan layanan Google Adsense. Pemasangannya pun mampu melalui destop atau melalui aplikasi mobile.

Hanya saja untuk menjalankan konsep ini, butuh kesabaran dan waktu yang lama. Karena semua tergantung dari traffik. Sementara membangun traffic website yang memadai untuk menerima iklan, memerlukan waktu lama dan panjang.

2. Monetizing dengan Content Creation

Jika Anda pernah mengunjungi KompasCom dan melihat slider dibagian Home, terkadang ada satu konten yang berbeda dengan gosip yang lain, itulah yaitu salah satu bentuk iklan content creation atau iklan dalam bentuk konten alias postingan.

Jenis ini memang cukup baik untuk dijalankan sebuah media online. Melalui model urusan ekonomi ini, pesan-pesan sponsor yang bersifat iklan mampu disampaikan dengan halus melalui konten-konten yang disajikan baik goresan pena maupun audio visual.

Jenis konten-nya sendiri mampu beragam antara lain sponsored post, video based content, newsletter dan content marketing. Biasanya, situs gosip dengan trafik tinggi akan selalu kebanjiran dengan iklan jenis ini. Karena pengunjung mampu terkelabui dengan iklan berbentuk berita.

3. Monetizing dengan Community Engagement

Jenis iklan ini memang masih sangat jarang dipakai oleh media online Indonesia. Karena untuk menerapkan jenis ini, basis pembaca sebuah situs sudah harus besar lengan berkuasa dan memiliki komunitas dengan basis user atau reader yang solid.

Walau belum begitu massif diterapkan, namun sudah ada beberapa media online yang menghidupkan situs dengan konsep ini. Salah satunya yaitu media warga, Kompasiana.

Pada model urusan ekonomi ini, pihak pengiklan akan mendanai acara online maupun offline dari komunitas yang dimiliki sebuah media online tertentu baik berbentuk event sponsorship, forum sponsorhip dan/atau online activation.

Dengan model urusan ekonomi community engagement pesan-pesan berkonotasi iklan mampu disampaikan melalui spanduk, poster, swag, atau material cetak lain yang menampilkan logo atau slogan pengiklan tersebut.

4. Monetizing dengan Community Insight

Model urusan ekonomi yang satu ini gotong royong tidak jauh berbeda dengan konsep yang ketiga di atas. Bedanya, produk atau brand tertentu menimbulkan komunitas dari sebuah media online lebih sebagai obyek research yang disebut brand and competitor research atau obyek survey yang disebut consumer survey.

Untuk beberapa kebutuhan marketing tertentu, beberapa anggota komunitas juga dikumpulkan secara offline untuk research atau survey yang lebih terfokus dengan konsep focus discussion group. Konsep urusan ekonomi ini lebih sering digunakan oleh media online yang punya forum pribadi, ibarat Detik, Kompas, Viva dan yang paling aktif yaitu Kaskus.

Konsep monetizing dengan community insight memang menjadi sumber penghasilan yang besar. Namun untuk menciptakan itu, butuh waktu yang lama dan harus diawali dengan membangun traffic yang memadai terlebih dahulu.

5. Monetizing dengan Premium Content Subscription

Ini yaitu konsep monetizing yang gotong royong sangat jarang di gunakan untuk media online. Ada beberapa media online di Indonesia yang menerapkan ini, namun tidak begitu populer di masyarakat. Hal ini alasannya konsep ini mengharuskan setiap pengunjung untuk membayar kalau hendak membaca berita.

Biasanya untuk konsep premium content subscription ini digunakan oleh media online yang memiliki edisi cetak. Kaprikornus terbitan cetak itulah yang dijual dalam bentuk e-paper. Tempo, Bisnis Indonesia bahkan Harian Kompas juga menggunakan hal ini.

Salah satu situs gosip paling populer dalam konsep ini yaitu Yosefardi.Com. Mantan wartawan Bisnis Indonesia ini menjual gosip seputar perekonomian di Indonesia dan analisanya kepada investor-investor asing. Situs berbahasa inggris itupun telah menjadi referensi ekonom dunia.

(Baca Juga: 10 Bloggers Murni Berpenghasilan Terbesar di Dunia)

Nah...

Itulah kelima konsep monetizing atau sumber panghasilan yang mampu dilakukan media online. Sama dengan menjalankan blog atau situs urusan ekonomi yang mampu menghasilkan uang, media online juga punya banyak sumber mata uang.

Jika Anda tertarik membuat media online, maka harus tahu konsep monetizing di atas.

Salam....
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url